Gelombang PHK Massal 2025: Sinyal Krisis atau Efisiensi?

Sumber: Tempo.co

Jakarta, 23 Mei 2025 –
Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal kembali mengguncang dunia industri Indonesia pada kuartal pertama tahun 2025. Sejumlah perusahaan besar di sektor teknologi, manufaktur, hingga ritel secara bertahap mengumumkan pengurangan tenaga kerja dengan alasan efisiensi operasional dan penyesuaian strategi bisnis.

Data Kementerian Ketenagakerjaan mencatat, sepanjang Januari hingga Mei 2025, lebih dari 83.000 pekerja telah kehilangan pekerjaan. Jumlah ini melonjak 37% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Fenomena ini memicu kekhawatiran di kalangan buruh dan pengamat ekonomi akan potensi krisis ketenagakerjaan di tengah masih belum stabilnya pemulihan ekonomi pasca-pandemi.

Menurut Ekonom Senior INDEF, Dr. Nailul Huda, gelombang PHK tidak lepas dari tekanan eksternal yang dihadapi dunia usaha. “Tingkat inflasi global masih tinggi, nilai tukar rupiah cenderung melemah, dan harga bahan baku impor mengalami lonjakan. Perusahaan melakukan efisiensi untuk bertahan, terutama di sektor yang sangat terdampak seperti manufaktur dan tekstil,” jelasnya.

Selain itu, percepatan transformasi digital menyebabkan banyak posisi kerja digantikan oleh otomatisasi dan kecerdasan buatan. Perusahaan ritel dan layanan pelanggan menjadi sektor yang paling terdampak karena mulai mengadopsi sistem layanan mandiri (self-service) dan chatbot untuk efisiensi.

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengecam tren PHK massal ini dan menuntut pemerintah bersikap lebih tegas terhadap perusahaan yang dianggap mengabaikan hak-hak pekerja. “Kami mendorong audit ketat terhadap laporan keuangan perusahaan. Jangan sampai efisiensi hanya menjadi tameng untuk memotong tenaga kerja demi laba jangka pendek,” tegas Presiden KSPI, Said Iqbal.

Sementara itu, Kementerian Ketenagakerjaan menegaskan tengah menyiapkan sejumlah langkah mitigasi, termasuk program pelatihan ulang (reskilling) dan perluasan skema jaminan kehilangan pekerjaan (JKP). “Pemerintah tidak tinggal diam. Kami memprioritaskan perlindungan pekerja terdampak agar dapat kembali terserap di sektor lain yang tengah tumbuh,” ujar Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah dalam konferensi pers, Kamis (22/5).

Di tengah beragam spekulasi, sebagian pelaku industri justru menilai PHK sebagai langkah strategis dalam mengoptimalkan struktur organisasi dan beradaptasi terhadap perubahan pasar. Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Danang Girindrawardana, menyebut bahwa efisiensi adalah bagian dari siklus bisnis. “Kita harus objektif melihat ini bukan hanya dari sisi korban PHK, tetapi juga dari sisi keberlanjutan usaha dan penciptaan lapangan kerja baru yang lebih relevan dengan kebutuhan masa depan,” katanya.

Meski begitu, para analis mengingatkan bahwa apabila tidak ditangani dengan serius, gelombang PHK berpotensi memicu penurunan daya beli, meningkatkan angka pengangguran, dan memperlambat pertumbuhan ekonomi nasional.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menjalani Rutinitas Sebagai Mahasiswi: Menyeimbangkan Kuliah, Tahfidz, dan Organisasi

Mandi Balimau Kasai: Tradisi Penyucian Diri Menyambut Bulan Suci Ramadhan