Menjalani Rutinitas Sebagai Mahasiswi: Menyeimbangkan Kuliah, Tahfidz, dan Organisasi

Oleh: Lili Rahmawati


Jakarta – Menjadi mahasiswa di Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta adalah anugerah besar dalam hidup saya. Dari dulu, saya selalu bermimpi bisa belajar Al-Qur’an secara mendalam, dan takdir membawa saya ke sini. Luar biasanya lagi, saya diamanahkan menjadi penerima beasiswa prestasi full dari pemerintah, yang membebaskan saya dari biaya kuliah dan asrama hingga lulus. Tapi di balik itu semua, ada perjalanan panjang yang penuh tantangan.

Bagaimana sih kuliah di IIQ?

Sebagai mahasiswa di kampus khusus perempuan dengan jadwal yang padat mulai dari kuliah, tahfidz, kajian kitab, hingga organisasi adalah sebuah tantangan tersendiri bagi saya. Rutinitas ini memang membawa banyak manfaat, tetapi tak jarang muncul rasa bosan dan keinginan untuk berkembang di luar zona nyaman. Di Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta, kehidupan mahasiswa tidak hanya soal kuliah. Ada banyak tanggung jawab lain yang harus dijalani, diantaranya:

📌Perkuliahan: Saya mengikuti berbagai mata kuliah yang tidak hanya mencakup ilmu keagamaan, tetapi juga disiplin ilmu umum sesuai dengan program studi yang saya ambil yaitu Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) selain itu, IIQ juga memiliki mata kuliah khusus yang membedakannya dengan perguruan tinggi lain, diantaranya: Nagham, Qira’at, Rasm Usmani, dan ‘Ulumul Qur’an. Sebagai penerima beasiswa prestasi, saya harus mengirimkan laporan nilai akademik di setiap semester sebagai persyaratan beasiswa, dengan minimal IPK 3.5. Alhamdulillah, sejak semester satu hingga sekarang, target nilai yang ditetapkan selalu berhasil dicapai.
📌Kajian dan Tahfidz: Salah satu syarat dan kewajiban utama di kampus ini adalah menghafal Al-Qur’an, sesuai dengan namanya kampus ini bertujuan untuk mencetak ulama’ perempuan penghafal Al-Qur’an. Setiap pekan ada setoran hafalan, tahfidz wajib, tahfidz sunnah, kajian kitab (Madin), kajian subuh (Ta’lim Muta’allim) dan hari ekspresi mahasantri (Hemas) yang harus saya hadiri. Selain nilai akademik (IPK) sebagai syarat penerima beasiswa prestasi, saya juga harus menuntaskan program hafalan di setiap semesternya dan mengirimkan laporan hasil ujian tahfidz dalam bentuk pakta integritas yang di dalamnya memuat IPK, Tahfidz, Prestasi, dan Organisasi.
📌Organisasi: Saya juga aktif dalam organisasi kampus yaitu Dema IIQ Jakarta (Dewan Eksekutif Mahasiswa) (Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta). Awalnya, saya ragu untuk bergabung karena takut tidak bisa membagi waktu, tetapi akhirnya saya sadar bahwa organisasi justru banyak mengajarkan saya tentang manajemen waktu dan kepemimpinan.

Perjuangan Mendapatkan Beasiswa 💸

Beasiswa penuh yang saya terima bukan sesuatu yang datang begitu saja. Ada berbagai tahap yang harus saya lalui:
1. Seleksi Akademik – Saya harus memastikan nilai saya selalu stabil dan memenuhi standar yang ditetapkan.
2. Tes Hafalan – Karena kampus ini berbasis Al-Qur’an, hafalan menjadi salah satu faktor utama dalam seleksi.
3. Prestasi – Saya merupakan penerima beasiswa prestasi dari Pemprov Riau, oleh karena itu, upaya yang saya lakukan untuk mempertahankan beasiswa ini yaitu menyeimbangkan antara prestasi akademik dan nonakademik yang saya miliki.
4. Esai dan Wawancara – Saya harus menulis esai tentang kontribusi saya di masyarakat dan menjalani wawancara sebagai tahap akhir seleksi penerima beasiswa.

Saat pengumuman tiba, saya hampir tidak percaya ketika nama saya tercantum sebagai penerima beasiswa full. Rasa syukur yang luar biasa mengiringi langkah saya sejak saat itu.

Bagaimana Saya Mengatur Waktu? ⏰

Banyak yang bertanya, bagaimana saya bisa menjalani semua ini tanpa merasa kewalahan? Jawabannya adalah manajemen waktu dan niat yang kuat. Saya membiasakan diri untuk membuat jadwal harian yang mencakup kuliah, tahfidz, dan organisasi. Langkah-langkah yang saya lakukan yaitu:
~Memprioritaskan tugas dengan prinsip “the most important first”.
~Mengambil waktu istirahat secukupnya agar tidak mengalami burnout.
~Bersyukur dan menikmati proses, karena saya sadar ini adalah jalan yang saya pilih.

Bagaimana Cara Saya Meng-upgrade Diri?📈

Sebagai seseorang yang memiliki minat dan bakat di bidang public speaking, saya mulai mencari cara agar bisa belajar tanpa mengorbankan kewajiban utama yaitu kuliah dan tahfidz. Berikut beberapa langkah yang saya coba:
1. Mencari Peluang di Kampus
Meskipun interaksi dengan dunia luar terbatas, saya tetap mencari peluang dan kesempatan untuk berbicara di depan umum di dalam kampus. Saya mulai mengambil peran dalam presentasi di kelas, menjadi moderator acara, menjadi MC, mengikuti berbagai event perlombaan, seperti MTQ, pidato, puisi dan lainnya, atau bahkan sekadar berbicara di depan teman-teman.
2. Membuat Konten Digital
Karena kesempatan untuk tampil langsung masih terbatas, saya mencari cara lain untuk mengekspresikan diri melalui media digital. Beberapa upaya yang saya lakukan antara lain, membuat konten edukasi, berlatih editing video, serta menulis blog (seperti ini!) atau membuat podcast sebagai cara untuk melatih komunikasi tanpa harus selalu tampil di panggung.
3. Menjelajahi Jakarta dengan Tujuan
Sebagai seseorang yang jarang keluar kecuali untuk keperluan penting, saya ingin menjadikan eksplorasi Jakarta lebih bermakna. Bukan sekadar jalan-jalan, tetapi mencari inspirasi mengunjungi seminar, workshop, atau komunitas yang sesuai dengan nilai-nilai saya.
4. Berteman dengan Orang yang Menginspirasi
Dikelilingi orang-orang yang memiliki visi yang sama bisa sangat membantu. Saya mulai mencari teman yang juga ingin berkembang, berbagi pengalaman, dan saling mendukung dalam perjalanan ini.
5. Menerima Proses dengan Sabar
Perubahan tidak instan. Mungkin saat ini saya belum sepenuhnya menguasai public speaking atau merasa percaya diri tampil di depan umum, tetapi setiap langkah kecil tetaplah sebuah kemajuan.

Harapan di Masa Depan👩🏻‍🎓⁉️

Menjadi mahasiswa dengan jadwal padat bukanlah hambatan untuk berkembang. Justru, ini adalah kesempatan untuk mengatur prioritas dan menemukan cara kreatif untuk mengasah skill. Saya tidak hanya ingin lulus dengan nilai baik, tetapi juga ingin berkontribusi lebih banyak dalam dunia pendidikan Islam, khususnya di bidang Al-Qur’an. Beasiswa ini bukan hanya hadiah, tetapi juga tanggung jawab yang harus saya jaga dengan baik.

Untuk teman-teman yang sedang berjuang mendapatkan beasiswa atau merasa kewalahan dengan kesibukan kampus, percayalah bahwa setiap proses akan membuahkan hasil. Jangan takut untuk bermimpi besar, karena dengan usaha dan doa, Allah pasti membuka jalan.

Bagaimana dengan pengalamanmu? Apakah kamu juga sedang berjuang dalam perkuliahan atau mengejar beasiswa? Bagikan kisahmu di kolom komentar!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mandi Balimau Kasai: Tradisi Penyucian Diri Menyambut Bulan Suci Ramadhan